Rahayu in Palereman. Turut berbelasungkawa atas meninggalnya Dr. Eva Agustinawati, S.Sos., M.Si. Semoga ia tenang di alam sana.


Minggu, 25 Oktober 2020

Kongkow ASA 87 di Omah Wedangan Solo

Berawal dari spontanitas obrolan di WhatsApp (WA) ASA 87 kemarin, terlaksanalah kongkow di Omah Wedangan yang beralamat di Jalan Mayor Achmadi, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah pada Sabtu malam (24/10/2020).

Kata kongkow merupakan salah satu kosakata yang pernah populer dalam bahasa gaul di ibu kota Jakarta. Kosakata ini acapkali dipergunakan untuk mengajak teman jalan bersama, entah pergi ke cafe atau hanya sekadar bersendau gurau saja.


Nongkrong ASA 87 di Omah Wedangan Mojosongo (Foto: ASA 87)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kongkow diperikan sebagai tindakan bercakap-cakap yang tidak ada artinya atau mengobrol. Kata ini diserap dari bahasa Melayu dialek Jakarta atau Betawi yang diturunkan dari dialek Amoy, salah satu dialek dari bahasa Hokkian.

Sedangkan menurut Kamus Daring Loanwords in Indonesia/Malay (LWIM), kata kongkow berasal dari dialek Amoy yang berarti berceritera tentang hal di masa lampau.

Kongkow ASA 87 ini, menurut Warmin sebagai nostalgia masa kuliah saja. Obrolan kita menyangkut dosen, masa-masa kuliah, sampai kepada orang yang pernah ditaksir dulu semasa kuliah. Sampai-sampai makanan yang tersaji lupa menghabiskannya. 

Omah Wedangan merupakan angkringan atau wedangan khas Solo (sebutan lain Kota Surakarta) dengan konsep ala café yang lebih elegan dan berkelas, namun untuk harga tidak begitu jauh berbeda. Omah Wedangan menambah deretan konsep wedangan café yang tempatnya luas dan terdiri 2 lantai sehingga bisa menampung banyak pengunjung.

Makanannya cukup variatif dan harganya cukup terjangkau, sedia dari gorengan, aneka sate, aneka nasi bungkus, untuk makan besar pun juga ada seperti mie godhog jowo, mie mawut, nasi goreng hingga bubur tumpang.

Kongkow di Omah Wedangan, seolah-olah flashback, kilas balik atau mengingat masa lalu yang kerap bersinggungan dengan wedangan khas Solo itu.

“Meski sekarang kita berbeda, tetapi canda, tawa, dan rasa kita tetap seperti dulu,” kata Erdy Priharsono.

Memang terasa ngobrol seperti waktu masih kuliah dulu. Hanya saja saat kongkow tadi masih ada yang kurang.

“Nggak ada ngomong “joroknya”. Lempeng-lempeng aja ngomongnya,” imbuh Erdy.

Kendati ngobrol selama dua jam, kongkow ASA ini telah cukup sebagai nostalgia yang menghibur di masa pandemi COVID-19 saat ini. Terasa tidak membosankan, terbanyang kembali ke masa kuliah dulu. Tidak membicarakan perbedaan hidup masa kini tetapi lebih kepada mengenang ketika di bangku kuliah dulu.

Yang hadir memang baru tiga orang. Yang dua membawa keluarganya. Ke depannya bisa diagendakan bisa banyak yang hadir lagi dengan suasana yang baru tanpa meninggalkan kenangan kuliah dulu. Dan kongkow ini memang bisa dikatakan juga untuk memperingati terbentuknya Alumni Sosiologi Angkatan 1987 (ASA 87) pada 25 Oktober 2014 silam. *** [BaEK]


1 komentar:

Kapan2 aku ikut gabung deh....

Posting Komentar